Kamis, 08 Desember 2011

Dari Mata, Turun Ke Hati…

email
Matahari telah tergelincir. Seorang lelaki terlihat bersegera menuju masjid ketika adzan zuhur dikumandangkan dari sebuah masjid kampus. Lelaki itu berwudhu dan menunaikan shalat nawafil. Lalu ia menjadi makmum di shaff terdepan. Shalat wajib ia laksanakan dengan ruku’ dan sujud yang sempurna. Setelah shalat tak lupa ia memuji nama Tuhannya dan memanjatkan doa untuk dirinya, ibu, ayahnya dan untuk ummat Muhammad saw yang sedang berjihad fii sabilillah.
Sebelum menuju kelas untuk kuliah, lelaki itu menyempatkan diri bersalam-salaman dengan beberapa jamaah lain. Dengan raut wajah yang bersahaja, ia sedekahkan senyum terhadap semua orang yang ditemuinya. Ucapan salam pun ditujukannya kepada para akhwat yang ditemuinya di depan masjid.
Lelaki yang bernama Ali itu kemudian segera memasuki ruang kelasnya. Ia duduk di bangkunya dan mengeluarkan buku berjudul “Langitpun Terguncang’. Buku berisi tentang hari akhir itu dibacanya dengan tekun. Sesekali ia mengerutkan dahi dan dan sesekali ia tersenyum simpul.
Ali sangat suka membaca dan meyukai ilmu Allah yang berhubungan dengan hari akhir karena dengan demikian ia dapat membangkitkan rasa cinta akan kampung akhirat dan tidak terlalu cinta pada dunia. Prinsipnya adalah “Bekerja untuk dunia seakan hidup selamanya dan beribadah untuk akhirat seakan mati esok.”
Sejak setahun belakangan ini, Ali selalu berusaha mencintai akhirat. Sunnah Rasululah saw ia gigit kuat dengan gigi gerahamnya agar tak terjerumus kepada bid’ah. Ali selalu menyibukkan diri dengan segala Islam. Ia sangat membenci sekularisme karena menurutnya, sekulerisme itu tidak masuk akal. Bukankah ummat Islam mengetahui bahwa yang menciptakan adalah Allah swt, lalu mengapa mengganti hukum Tuhannya dengan hukum ciptaan dan pandangan manusia? Bukankah yang menciptakan lebih mengetahui keadaan fitrah ciptaannya?
Allah swt yang menciptakan, maka sudah barang tentu segala sesuatunya tak dapat dipisahkan dari hukum Allah. Katakan yang halal itu halal dan yang haram itu haram, karena pengetahuan yang demikian datangnya dari sisi Allah.
Sementara Ali membaca bukunya dengan tekun, dua mahasiswi yang duduk tak jauh dari Ali bercakap-cakap membicarakan Ali. Mereka menyayangkan sekali, Ali yang demikian tampan dan juga pintar, namun belum mempunyai pacar, padahal banyak mahasiswi cantik di kampus ini yang suka padanya. Tapi tampaknya Ali tidak ambil peduli. Sikapnya itu membuat para wanita menjadi penasaran dan justru banyak yang ber-tabarruj di hadapannya. Kedua wanita itu terus bercakap-cakap hingga lupa bahwa mereka telah sampai kepada tahap ghibah.
Ali memang tak mau ambil pusing tentang urusan wanita karena ia yakin jodoh di tangan Allah swt. Namun tampaknya iman Ali kali ini benar-benar diuji oleh Allah SWT.
Ali menutup bukunya ketika dosen telah masuk kelas. Tampaknya sang dosen tak sendirian, di belakangnya ada seorang mahasiswi yang kelihatan malu-malu memasuki ruang kelas dan segera duduk di sebelah Ali.
Ali merasa belum pernah melihat gadis ini sebelumnya.
Saat dosen mengabsen satu persatu, tahulah Ali bahwa gadis itu bernama Nisa.
Tanpa sengaja Ali memandang Nisa. Jantungnya berdegup keras. Bukan lantaran suka, tapi karena Ali selalu menundukkan pandangan pada semua wanita, sesuai perintah Allah SWT dalam Al Qur’an dan Rasulullah saw dalam hadits.
“Astaghfirullah…!”, Ali beristighfar.
Pandangan pertama adalah anugerah atau lampu hijau. Pandangan kedua adalah lampu kuning. Ketiga adalah lampu merah. Ali sangat khawatir bila dari mata turun ke hati karena pandangan mata adalah panah-panah iblis. Rasulullah SAW bersabda :
Pandangan mata adalah salah satu panah dari panah-panah iblis. Barangsiapa menundukkannya karena takut kepada Allah, maka Allah akan memberikan kepadanya perasaan manisnya iman.”
***
Pada pertemuan kuliah selanjutnya, Nisa yang sering duduk di sebelah Ali, kian merasa aneh karena Ali tak pernah menatapnya kala berbicara. Ia lalu menanyakan hal itu kepada Utsman, teman dekat Ali. Mendengar penjelasan Utsman, tumbuh rasa kagum Nisa pada Ali.
“Aku akan tundukkan pandangan seperti Ali”, tekad Nisa dalam hati.
Hari demi hari Nisa mendekati Ali. Ia banyak bertanya tentang ilmu agama kepada Ali.
Karena menganggap Nisa adalah ladang da’wah yang potensial, Ali menanggapi dengan senang hati.
Hari berlalu… tanpa sengaja Ali memandang Nisa. Ada bisikan yang berkata,
“Sudahlah pandang saja, toh Nisa itu tidak terlau cantik.. Jadi mana mungkin kamu jatuh hati pada gadis seperti itu”
Namun bisikan yang lain muncul,
“Tundukkan pandanganmu. Ingat Allah! Cantik atau tidak, dia tetaplah wanita.”
Ali gundah.
“Kurasa, jika memandang Nisa, tak akan membangkitkan syahwat, jadi mana mungkin mata, pikiran dan hatiku ini berzina.”
Sejak itu, Ali terus menjawab pertanyaan-pertanyaan Nisa tentang agama, tanpa ghadhul bashar karena Ali menganggap Nisa sudah seperti adik… , hanya adik.
Ali dan Nisa kian dekat. Banyak hal yang mereka diskusikan. Masalah ummat maupun masalah agama. Bahkan terlalu dekat…
Hampir setiap hari, Ali dapat dengan bebas memandang Nisa. Hari demi hari, minggu demi minggu, tanpa disadarinya, ia hanya memandang satu wanita, NISA! Kala Nisa tak ada, terasa ada yang hilang. Tak ada teman diskusi agama…, tak ada teman berbicara dengan tawa yang renyah.., tak ada…wanita. DEG!!! Jantung Ali berdebar keras, bukan karena takut melanggar perintah Allah, namun karena ada yang berdesir di dalam hati…karena ia… mencintai Nisa.
Bisikan-bisikan itu datang kembali…
“Jangan biarkan perasaan ini tumbuh berkembang. Cegahlah sebisamu! Jangan sampai kamu terjerumus zina hati…! Cintamu bukan karena Allah, tapi karena syahwat semata.”
Tapi bisikan lain berkata,
“Cinta ini indah bukan? Memang indah! Sayang lho jika masa muda dilewatkan dengan ibadah saja. Kapan lagi kamu dapat melewati masa kampus dengan manis. Lagipula jika kamu pacaran kan secara sehat, secara Islami.. ‘Tul nggak!”
Ali mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Manalah ada pacaran Islami, bahkan hatimu akan berzina dengan hubungan itu. Matamu juga berzina karena memandangnya dengan syahwat. Hubungan yang halal hanyalah pernikahan. Lain itu tidak!!! Bukankah salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mengubur zina?”, bisikan yang pertama terdengar lagi.
Terdengar lagi bisikan yang lain, “Terlalu banyak aturan! Begini zina, begitu zina. Jika langsung menikah, bagaimana bila tidak cocok? Bukankah harus ada penjajakan dulu agar saling mengenal! Apatah lagi kamu baru kuliah tingkat satu. Nikah susah!”
Terdengar bantahan, “Benci karena Allah, cinta karena Allah. Jika pernikahanmu karena Allah, Insya Allah, Dia akan ridho padamu, dan akan sakinah keluargamu. Percayalah pada Tuhan penciptamu! Allah telah tentukan jodohmu. Contohlah Rasululah SAW, hubungan beliau dengan wanita hanya pernikahan.”
Bisikan lain berkata. “Bla.., bla.., Ali,… masa muda.., masa muda…, jangan sampai dilewatkan, sayang lho!”
Ali berpikir keras. Kali ini imannya benar-benar dilanda godaan hebat. Syetan telah berhasil membujuknya dengan perangkapnya yang selalu sukses sepanjang zaman, yaitu wanita.
Ali mengangkat gagang telepon. Jari-jarinya bergetar menekan nomor telepon Nisa.
“Aah.., aku tidak berani.” Ali menutup telepon.
Bisikan itu datang lagi, “Menyatakannya, lewat surat saja, supaya romantis…!”
“Aha! Benar! “ Ali mengambil selembar kertas dan menuliskan isi hatinya. Ia berencana akan menitipkannya pada teman dekat Nisa. Jantung Ali berdebar ketika dari kejauhan ia melihat Nisa terlihat menerima surat dari temannya dan membaca surat itu.
***
Esoknya, Utsman mengantarkan surat balasan dari Nisa untuk Ali, sembari berkata, “Nisa hari ini sudah pakai jilbab, dia jadi cantik lho. Sudah jadi akhwat!”
Ali terkejut mendengarnya, namun rasa penasarannya membuatnya lebih memilih untuk membaca surat itu terlebih dahulu daripada merenungi ucapan Ustman tadi.
Ali membaca surat itu dengan sungguh-sungguh. Ia benar-benar tak menyangka akan penolakan yang bersahaja namun cukup membuatnya merasa ditampar keras. Nisa menuliskan beberapa ayat dari Al Qur’an, isinya :
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An Nuur : 30)
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.”
(QS. Al Mu’minuun : 19).
Ali menghela nafas panjang… Astaghfirullah… Astaghfirullah… Hanya ucapan istighfar yang keluar dari bibirnya. Pandangan khianatku sungguh terlarang. Memandang wanita yang bukan mahram. Ya Allah… kami dengar dan kami taat. Astaghfirullah…
(Judul asli : Kala Iman Tergoda
Dengan revisi.
Pernah diterbitkan di Bulletin Biru SMUNSA No. 01/I/23 Shafar 1421 H)

Yang Khianat dan Yang Setia

email
Seorang pemuda Mesir yang telah mengembara sejak tahun 1948, telah berhasil mempersunting seorang gadis di negeri Swedia. Ini terjadi pada tahun 1974 sesudah sekian lama dia bekerja kesana kemari. Berbagai negeri telah dikunjunginya dan beragam kerja kasar telah dikerjakannya karena hanya bermodal tenaga. Dengan mempersunting gadis Swedia itu dia berhasil mendapatkan status kewarganegaraan Swedia. Dia bekerja di sebuah perusahaan listrik sebagai tukang las.  Nama pemuda itu ialah Ibrahim Sourio. Dua tahun bersuami isteri keduanya mendapatkan seorang puteri, diberi nama Ana Cameliya.
Pada suatu hari Ibrahim Sourio pergi ke pekerjannya seperti biasa. Tapi pada hari itu, dia terpaksa pulang ke rumahnya dua jam lebih cepat dari biasanya karena badannya kurang sehat. Setibanya di rumah, begitu membuka kamar, alangkah terperanjatnya ! Isterinya sedang dalam pelukan seorang lelaki tetangganya dan bergumul di atas tempat tidur tanpa pakaian sehelaipun. Diambilnya pisau, keduanya mau ditikam. Tapi tak sampai hati karena teringat anak puterinya yang masih kecil. Diapun segera mengangkat telepon untuk memanggil polisi. Isterinya dan laki-laki itu diancam agar tidak bergerak dari tempat tidur. Ketika polisi datang, dipaparkanlah duduk perkaranya. Saksi nyata peristiwa itu masih dalam adegannya… Tapi apa jawab polisi?  ”Kalau anda tidak senang dengan keadaan dan perilaku isteri anda lebih baik anda ceraikan saja agar tidak menganggu kesenangannya”, kata sang polisi.
Begitulah kiranya adat istiadat di belahan bumi sana. Antara suami isteri tidak boleh ganggu-menganggu. Masing-masing bebas mencari pasangan untuk kencan, meskipun masih terikat dalam perkawinan.
Suami pergi bekerja membanting tulang mencari nafkah, sedang isteri berbuat semaunya dan kesenangannya tidak boleh diganggu. Tak terbicara masalah kesetiaan, amanah pemeliharaan harta dan rumah tangga, malah sesuatu yang paling mullia pada diri dia cemarkan, yaitu kehormatan.
***
Sudah tiga tahun “S” hidup berumah tangga dengan pemuda M, sudah mendapat putera dua orang. Mereka tinggal di sebuah rumah sederhana di suatu desa di pedalaman Kalimantan. Ekonomi rakyat di daerah itu agak sulit dan mata pencaharian serba tidak cocok sehingga banyak yang merantau ke daerah lain.
Pada suatu hari suami (M) berkata kepada isterinya : “Dinda, izinkanlah kakak merantau ke Jambi mencari pekerjaan yang dapat memperbaiki nasib kita dan anak-anak kita ini. Bila keadaan mengizinkan kakak akan menjemputmu nanti… “
Dengan pasrah dan penuh doa, S melepas suaminya berangkat ke Jambi. Meskipun berat rasanya, namun demi perbaikan nasib hidup, dengan rela S melepaskan suaminya.
Seminggu, sebulan dan setahun, masih ada surat-surat yang memberitakan bahwa pekerjaan yang tetap belum ada, masih menanyakan bagaimana keadaan dua orang anak yang ditinggalkan. Tapi setelah terbilang hampir sembilan tahun surat-surat tak pernah datang. Berita terakhir yang diterima dari sumber yang bisa dipercaya, dari orang-orang yang pulang merantau dari daerah otu, suami (M) telah beristeri muda, sudah kaya berkecukupan dan malah sudah punya anak pula!
Yang menjadi perhatian kita ialah kesabaran si isteri (S) menunggu suaminya itu. Untuk kehidupan sehari-hari S menjual pisang goreng. Kedua anaknya sudah masuk ke sekolah dasar. Sekali-sekali S pergi ke surau. Di sana dia mendengarkan pengajian agama. Setelah terdengar kepastian bahwa suaminya telah kawin, keluarga dekatnya penasaran dan menyuruh S mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama minta cerai. S tidak menjawab dan berdiam diri.
Ada juga orang yang meminang dan membujuknya, maklum masih muda dan masih nampak kecantikannya. Lamaran dan bujukan itu dijawabnya dengan manis. Orang-orang sekampungnya mengatakan bahwa S adalah perempuan bodoh karena tidak mengadukan halnya ke Pengadilan Agama untuk minta cerai. Suami tidak memberi nafkah dan malah kawin lagi, bukankah hal ini sudah keterlaluan. Semua tuduhan itu dijawabnya dengan manis, “Mudah-mudahan Allah masih membekaliku kesabaran. Aku masih yakin bahwa suamiku akan kembali kepadaku, kalaupun bukan karena aku tapi karena anak-anaknya. Sekarang amanah yang paling berharga yaitu dua orang anaknya yang terus kupelihara dan aku didik sebaik-baiknya semampuku. Biarlah aku tidak bersuami dengan yang lain demi amanah ini, amanah yang ditinggalkan melebihi dari amanah harta benda atau materi. Adapun dia beristeri lagi, itu adalah haknya dan aku yakin dia beristeri bukanlah terburu nafsu, tapi untuk menjaga diri jangan sampai terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan. Bila dia telah kaya dan lupa kepada anak-anaknya sehingga anak-anaknya terlantar, maka dia sendiri nantinya yang akan menanggung dosanya di hari kiamat. Aku yakin hidup sekarang hanyalah hidup sementara dan hidup di akhirat adalah hidup yang kekal dan abadi.”
Demikianlah kisah singkat S. Yang menarik perhatian kita, bukan saja kesabarnnya menunggu, tapi keikhlasannya dalam memelihara amanah suaminya sehingga dia tidak menuntut cerai untuk bersuami dengan pria lain. Semua ini demi kedua anaknya. Bukankah kalau bersuami dengan pria lain, entah bagaimana nasib si anak dengan ayah tirinya dan kasih sayang ibupun tentunya akan terbagi pula. Alangkah dalam pandangan hidupnya bahwa suaminya beristeri bukanlah lantaran terburu nafsu tapi demi menjaga diri dari godaan setan yang setiap saat menganggu manusia untuk menjerumuskannya ke jurang kemaksiatan.
Demikian dua peristiwa dalam kehidupan berumah tangga. Kedua peristiwa ini berbeda sejauh langit dan bumi. Peristiwa pertama tentang khianatnya seorang isteri yang menghancurkan rumah tangga. Sedang peristiwa kedua tentang kesetiaan isteri dengan amanah yang ditinggalkan suami.
Yang pertama, isteri yang khianat terjadi karena isteri tidak mendapatkan bimbingan agama. Sedang yang kedua, isteri yang setia karena telah mendapatkan bimbingan wahyu yang benar.
Rasulullah SAW memberikan pernghargaan yang tinggi sekali kepada wanita yang setia kepada suaminya. Beliau pernah ditanya tentang perempuan manakah yang paling baik. Beliau menjawab : “Ialah yang menyenangkan bila dilihat suaminya, diikutinya suruhan suaminya dan tidak diselewengkan diri dan harta suaminya ke jalan yang tidak disukainya.” [ANW]
Sumber : “Buku Bunga Rampai dari Timur Tengah”