Kamis, 08 Desember 2011

Dari Mata, Turun Ke Hati…

email
Matahari telah tergelincir. Seorang lelaki terlihat bersegera menuju masjid ketika adzan zuhur dikumandangkan dari sebuah masjid kampus. Lelaki itu berwudhu dan menunaikan shalat nawafil. Lalu ia menjadi makmum di shaff terdepan. Shalat wajib ia laksanakan dengan ruku’ dan sujud yang sempurna. Setelah shalat tak lupa ia memuji nama Tuhannya dan memanjatkan doa untuk dirinya, ibu, ayahnya dan untuk ummat Muhammad saw yang sedang berjihad fii sabilillah.
Sebelum menuju kelas untuk kuliah, lelaki itu menyempatkan diri bersalam-salaman dengan beberapa jamaah lain. Dengan raut wajah yang bersahaja, ia sedekahkan senyum terhadap semua orang yang ditemuinya. Ucapan salam pun ditujukannya kepada para akhwat yang ditemuinya di depan masjid.
Lelaki yang bernama Ali itu kemudian segera memasuki ruang kelasnya. Ia duduk di bangkunya dan mengeluarkan buku berjudul “Langitpun Terguncang’. Buku berisi tentang hari akhir itu dibacanya dengan tekun. Sesekali ia mengerutkan dahi dan dan sesekali ia tersenyum simpul.
Ali sangat suka membaca dan meyukai ilmu Allah yang berhubungan dengan hari akhir karena dengan demikian ia dapat membangkitkan rasa cinta akan kampung akhirat dan tidak terlalu cinta pada dunia. Prinsipnya adalah “Bekerja untuk dunia seakan hidup selamanya dan beribadah untuk akhirat seakan mati esok.”
Sejak setahun belakangan ini, Ali selalu berusaha mencintai akhirat. Sunnah Rasululah saw ia gigit kuat dengan gigi gerahamnya agar tak terjerumus kepada bid’ah. Ali selalu menyibukkan diri dengan segala Islam. Ia sangat membenci sekularisme karena menurutnya, sekulerisme itu tidak masuk akal. Bukankah ummat Islam mengetahui bahwa yang menciptakan adalah Allah swt, lalu mengapa mengganti hukum Tuhannya dengan hukum ciptaan dan pandangan manusia? Bukankah yang menciptakan lebih mengetahui keadaan fitrah ciptaannya?
Allah swt yang menciptakan, maka sudah barang tentu segala sesuatunya tak dapat dipisahkan dari hukum Allah. Katakan yang halal itu halal dan yang haram itu haram, karena pengetahuan yang demikian datangnya dari sisi Allah.
Sementara Ali membaca bukunya dengan tekun, dua mahasiswi yang duduk tak jauh dari Ali bercakap-cakap membicarakan Ali. Mereka menyayangkan sekali, Ali yang demikian tampan dan juga pintar, namun belum mempunyai pacar, padahal banyak mahasiswi cantik di kampus ini yang suka padanya. Tapi tampaknya Ali tidak ambil peduli. Sikapnya itu membuat para wanita menjadi penasaran dan justru banyak yang ber-tabarruj di hadapannya. Kedua wanita itu terus bercakap-cakap hingga lupa bahwa mereka telah sampai kepada tahap ghibah.
Ali memang tak mau ambil pusing tentang urusan wanita karena ia yakin jodoh di tangan Allah swt. Namun tampaknya iman Ali kali ini benar-benar diuji oleh Allah SWT.
Ali menutup bukunya ketika dosen telah masuk kelas. Tampaknya sang dosen tak sendirian, di belakangnya ada seorang mahasiswi yang kelihatan malu-malu memasuki ruang kelas dan segera duduk di sebelah Ali.
Ali merasa belum pernah melihat gadis ini sebelumnya.
Saat dosen mengabsen satu persatu, tahulah Ali bahwa gadis itu bernama Nisa.
Tanpa sengaja Ali memandang Nisa. Jantungnya berdegup keras. Bukan lantaran suka, tapi karena Ali selalu menundukkan pandangan pada semua wanita, sesuai perintah Allah SWT dalam Al Qur’an dan Rasulullah saw dalam hadits.
“Astaghfirullah…!”, Ali beristighfar.
Pandangan pertama adalah anugerah atau lampu hijau. Pandangan kedua adalah lampu kuning. Ketiga adalah lampu merah. Ali sangat khawatir bila dari mata turun ke hati karena pandangan mata adalah panah-panah iblis. Rasulullah SAW bersabda :
Pandangan mata adalah salah satu panah dari panah-panah iblis. Barangsiapa menundukkannya karena takut kepada Allah, maka Allah akan memberikan kepadanya perasaan manisnya iman.”
***
Pada pertemuan kuliah selanjutnya, Nisa yang sering duduk di sebelah Ali, kian merasa aneh karena Ali tak pernah menatapnya kala berbicara. Ia lalu menanyakan hal itu kepada Utsman, teman dekat Ali. Mendengar penjelasan Utsman, tumbuh rasa kagum Nisa pada Ali.
“Aku akan tundukkan pandangan seperti Ali”, tekad Nisa dalam hati.
Hari demi hari Nisa mendekati Ali. Ia banyak bertanya tentang ilmu agama kepada Ali.
Karena menganggap Nisa adalah ladang da’wah yang potensial, Ali menanggapi dengan senang hati.
Hari berlalu… tanpa sengaja Ali memandang Nisa. Ada bisikan yang berkata,
“Sudahlah pandang saja, toh Nisa itu tidak terlau cantik.. Jadi mana mungkin kamu jatuh hati pada gadis seperti itu”
Namun bisikan yang lain muncul,
“Tundukkan pandanganmu. Ingat Allah! Cantik atau tidak, dia tetaplah wanita.”
Ali gundah.
“Kurasa, jika memandang Nisa, tak akan membangkitkan syahwat, jadi mana mungkin mata, pikiran dan hatiku ini berzina.”
Sejak itu, Ali terus menjawab pertanyaan-pertanyaan Nisa tentang agama, tanpa ghadhul bashar karena Ali menganggap Nisa sudah seperti adik… , hanya adik.
Ali dan Nisa kian dekat. Banyak hal yang mereka diskusikan. Masalah ummat maupun masalah agama. Bahkan terlalu dekat…
Hampir setiap hari, Ali dapat dengan bebas memandang Nisa. Hari demi hari, minggu demi minggu, tanpa disadarinya, ia hanya memandang satu wanita, NISA! Kala Nisa tak ada, terasa ada yang hilang. Tak ada teman diskusi agama…, tak ada teman berbicara dengan tawa yang renyah.., tak ada…wanita. DEG!!! Jantung Ali berdebar keras, bukan karena takut melanggar perintah Allah, namun karena ada yang berdesir di dalam hati…karena ia… mencintai Nisa.
Bisikan-bisikan itu datang kembali…
“Jangan biarkan perasaan ini tumbuh berkembang. Cegahlah sebisamu! Jangan sampai kamu terjerumus zina hati…! Cintamu bukan karena Allah, tapi karena syahwat semata.”
Tapi bisikan lain berkata,
“Cinta ini indah bukan? Memang indah! Sayang lho jika masa muda dilewatkan dengan ibadah saja. Kapan lagi kamu dapat melewati masa kampus dengan manis. Lagipula jika kamu pacaran kan secara sehat, secara Islami.. ‘Tul nggak!”
Ali mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Manalah ada pacaran Islami, bahkan hatimu akan berzina dengan hubungan itu. Matamu juga berzina karena memandangnya dengan syahwat. Hubungan yang halal hanyalah pernikahan. Lain itu tidak!!! Bukankah salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mengubur zina?”, bisikan yang pertama terdengar lagi.
Terdengar lagi bisikan yang lain, “Terlalu banyak aturan! Begini zina, begitu zina. Jika langsung menikah, bagaimana bila tidak cocok? Bukankah harus ada penjajakan dulu agar saling mengenal! Apatah lagi kamu baru kuliah tingkat satu. Nikah susah!”
Terdengar bantahan, “Benci karena Allah, cinta karena Allah. Jika pernikahanmu karena Allah, Insya Allah, Dia akan ridho padamu, dan akan sakinah keluargamu. Percayalah pada Tuhan penciptamu! Allah telah tentukan jodohmu. Contohlah Rasululah SAW, hubungan beliau dengan wanita hanya pernikahan.”
Bisikan lain berkata. “Bla.., bla.., Ali,… masa muda.., masa muda…, jangan sampai dilewatkan, sayang lho!”
Ali berpikir keras. Kali ini imannya benar-benar dilanda godaan hebat. Syetan telah berhasil membujuknya dengan perangkapnya yang selalu sukses sepanjang zaman, yaitu wanita.
Ali mengangkat gagang telepon. Jari-jarinya bergetar menekan nomor telepon Nisa.
“Aah.., aku tidak berani.” Ali menutup telepon.
Bisikan itu datang lagi, “Menyatakannya, lewat surat saja, supaya romantis…!”
“Aha! Benar! “ Ali mengambil selembar kertas dan menuliskan isi hatinya. Ia berencana akan menitipkannya pada teman dekat Nisa. Jantung Ali berdebar ketika dari kejauhan ia melihat Nisa terlihat menerima surat dari temannya dan membaca surat itu.
***
Esoknya, Utsman mengantarkan surat balasan dari Nisa untuk Ali, sembari berkata, “Nisa hari ini sudah pakai jilbab, dia jadi cantik lho. Sudah jadi akhwat!”
Ali terkejut mendengarnya, namun rasa penasarannya membuatnya lebih memilih untuk membaca surat itu terlebih dahulu daripada merenungi ucapan Ustman tadi.
Ali membaca surat itu dengan sungguh-sungguh. Ia benar-benar tak menyangka akan penolakan yang bersahaja namun cukup membuatnya merasa ditampar keras. Nisa menuliskan beberapa ayat dari Al Qur’an, isinya :
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An Nuur : 30)
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.”
(QS. Al Mu’minuun : 19).
Ali menghela nafas panjang… Astaghfirullah… Astaghfirullah… Hanya ucapan istighfar yang keluar dari bibirnya. Pandangan khianatku sungguh terlarang. Memandang wanita yang bukan mahram. Ya Allah… kami dengar dan kami taat. Astaghfirullah…
(Judul asli : Kala Iman Tergoda
Dengan revisi.
Pernah diterbitkan di Bulletin Biru SMUNSA No. 01/I/23 Shafar 1421 H)

Yang Khianat dan Yang Setia

email
Seorang pemuda Mesir yang telah mengembara sejak tahun 1948, telah berhasil mempersunting seorang gadis di negeri Swedia. Ini terjadi pada tahun 1974 sesudah sekian lama dia bekerja kesana kemari. Berbagai negeri telah dikunjunginya dan beragam kerja kasar telah dikerjakannya karena hanya bermodal tenaga. Dengan mempersunting gadis Swedia itu dia berhasil mendapatkan status kewarganegaraan Swedia. Dia bekerja di sebuah perusahaan listrik sebagai tukang las.  Nama pemuda itu ialah Ibrahim Sourio. Dua tahun bersuami isteri keduanya mendapatkan seorang puteri, diberi nama Ana Cameliya.
Pada suatu hari Ibrahim Sourio pergi ke pekerjannya seperti biasa. Tapi pada hari itu, dia terpaksa pulang ke rumahnya dua jam lebih cepat dari biasanya karena badannya kurang sehat. Setibanya di rumah, begitu membuka kamar, alangkah terperanjatnya ! Isterinya sedang dalam pelukan seorang lelaki tetangganya dan bergumul di atas tempat tidur tanpa pakaian sehelaipun. Diambilnya pisau, keduanya mau ditikam. Tapi tak sampai hati karena teringat anak puterinya yang masih kecil. Diapun segera mengangkat telepon untuk memanggil polisi. Isterinya dan laki-laki itu diancam agar tidak bergerak dari tempat tidur. Ketika polisi datang, dipaparkanlah duduk perkaranya. Saksi nyata peristiwa itu masih dalam adegannya… Tapi apa jawab polisi?  ”Kalau anda tidak senang dengan keadaan dan perilaku isteri anda lebih baik anda ceraikan saja agar tidak menganggu kesenangannya”, kata sang polisi.
Begitulah kiranya adat istiadat di belahan bumi sana. Antara suami isteri tidak boleh ganggu-menganggu. Masing-masing bebas mencari pasangan untuk kencan, meskipun masih terikat dalam perkawinan.
Suami pergi bekerja membanting tulang mencari nafkah, sedang isteri berbuat semaunya dan kesenangannya tidak boleh diganggu. Tak terbicara masalah kesetiaan, amanah pemeliharaan harta dan rumah tangga, malah sesuatu yang paling mullia pada diri dia cemarkan, yaitu kehormatan.
***
Sudah tiga tahun “S” hidup berumah tangga dengan pemuda M, sudah mendapat putera dua orang. Mereka tinggal di sebuah rumah sederhana di suatu desa di pedalaman Kalimantan. Ekonomi rakyat di daerah itu agak sulit dan mata pencaharian serba tidak cocok sehingga banyak yang merantau ke daerah lain.
Pada suatu hari suami (M) berkata kepada isterinya : “Dinda, izinkanlah kakak merantau ke Jambi mencari pekerjaan yang dapat memperbaiki nasib kita dan anak-anak kita ini. Bila keadaan mengizinkan kakak akan menjemputmu nanti… “
Dengan pasrah dan penuh doa, S melepas suaminya berangkat ke Jambi. Meskipun berat rasanya, namun demi perbaikan nasib hidup, dengan rela S melepaskan suaminya.
Seminggu, sebulan dan setahun, masih ada surat-surat yang memberitakan bahwa pekerjaan yang tetap belum ada, masih menanyakan bagaimana keadaan dua orang anak yang ditinggalkan. Tapi setelah terbilang hampir sembilan tahun surat-surat tak pernah datang. Berita terakhir yang diterima dari sumber yang bisa dipercaya, dari orang-orang yang pulang merantau dari daerah otu, suami (M) telah beristeri muda, sudah kaya berkecukupan dan malah sudah punya anak pula!
Yang menjadi perhatian kita ialah kesabaran si isteri (S) menunggu suaminya itu. Untuk kehidupan sehari-hari S menjual pisang goreng. Kedua anaknya sudah masuk ke sekolah dasar. Sekali-sekali S pergi ke surau. Di sana dia mendengarkan pengajian agama. Setelah terdengar kepastian bahwa suaminya telah kawin, keluarga dekatnya penasaran dan menyuruh S mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama minta cerai. S tidak menjawab dan berdiam diri.
Ada juga orang yang meminang dan membujuknya, maklum masih muda dan masih nampak kecantikannya. Lamaran dan bujukan itu dijawabnya dengan manis. Orang-orang sekampungnya mengatakan bahwa S adalah perempuan bodoh karena tidak mengadukan halnya ke Pengadilan Agama untuk minta cerai. Suami tidak memberi nafkah dan malah kawin lagi, bukankah hal ini sudah keterlaluan. Semua tuduhan itu dijawabnya dengan manis, “Mudah-mudahan Allah masih membekaliku kesabaran. Aku masih yakin bahwa suamiku akan kembali kepadaku, kalaupun bukan karena aku tapi karena anak-anaknya. Sekarang amanah yang paling berharga yaitu dua orang anaknya yang terus kupelihara dan aku didik sebaik-baiknya semampuku. Biarlah aku tidak bersuami dengan yang lain demi amanah ini, amanah yang ditinggalkan melebihi dari amanah harta benda atau materi. Adapun dia beristeri lagi, itu adalah haknya dan aku yakin dia beristeri bukanlah terburu nafsu, tapi untuk menjaga diri jangan sampai terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan. Bila dia telah kaya dan lupa kepada anak-anaknya sehingga anak-anaknya terlantar, maka dia sendiri nantinya yang akan menanggung dosanya di hari kiamat. Aku yakin hidup sekarang hanyalah hidup sementara dan hidup di akhirat adalah hidup yang kekal dan abadi.”
Demikianlah kisah singkat S. Yang menarik perhatian kita, bukan saja kesabarnnya menunggu, tapi keikhlasannya dalam memelihara amanah suaminya sehingga dia tidak menuntut cerai untuk bersuami dengan pria lain. Semua ini demi kedua anaknya. Bukankah kalau bersuami dengan pria lain, entah bagaimana nasib si anak dengan ayah tirinya dan kasih sayang ibupun tentunya akan terbagi pula. Alangkah dalam pandangan hidupnya bahwa suaminya beristeri bukanlah lantaran terburu nafsu tapi demi menjaga diri dari godaan setan yang setiap saat menganggu manusia untuk menjerumuskannya ke jurang kemaksiatan.
Demikian dua peristiwa dalam kehidupan berumah tangga. Kedua peristiwa ini berbeda sejauh langit dan bumi. Peristiwa pertama tentang khianatnya seorang isteri yang menghancurkan rumah tangga. Sedang peristiwa kedua tentang kesetiaan isteri dengan amanah yang ditinggalkan suami.
Yang pertama, isteri yang khianat terjadi karena isteri tidak mendapatkan bimbingan agama. Sedang yang kedua, isteri yang setia karena telah mendapatkan bimbingan wahyu yang benar.
Rasulullah SAW memberikan pernghargaan yang tinggi sekali kepada wanita yang setia kepada suaminya. Beliau pernah ditanya tentang perempuan manakah yang paling baik. Beliau menjawab : “Ialah yang menyenangkan bila dilihat suaminya, diikutinya suruhan suaminya dan tidak diselewengkan diri dan harta suaminya ke jalan yang tidak disukainya.” [ANW]
Sumber : “Buku Bunga Rampai dari Timur Tengah”

Sabtu, 26 November 2011

Celaan Atas Kerasnya Qalbu


Adapun celaan atas kerasnya qalbu, maka Allah Ta’ala telah berfirman:

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi” (Q.S.2:74)
Kemudian Allah jelaskan sisi lebih kerasnya qalbu dari batu dengan firman-Nya:

وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاء وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللّهِ

“Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah” (Q.S.2:74)
Dan Allah telah berfirman:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras.” (Q.S.57:16)
Dan Allah juga telah berfirman:

فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ اللَّهِ أُوْلَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S.39:22)
Allah menyifati Ahlul Kitab dengan sifat keras qalbu. Dan Ia melarang kita untuk menyerupai mereka.
Sebagian Salaf berkata: qalbu seseorang tidak akan menjadi lebih keras dari qalbu ahli kitab yang telah mengeras.
Dan di dalam Sunan At-Tirmidziy [1], dari hadis Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullah shollallaahu’alayhiwasallam bersabda: “Janganlah kalian banyak berbicara tanpa disertai dzikir kepada Allah, karena sesungguhnya banyak bicara tanpa dzikir menyebabkan kerasnya qalbu. Dan sungguh orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang hatinya keras”.
Dan dalam Musnad Al-Bazzaar [2], dari Anas, dari Rasulullah shollallaahu’alayhiwasallam, beliau bersabda: “Empat hal yang termasuk penderitaan: Dinginnya pandangan, kerasnya qalbu, panjangnya angan-angan dan kerakusan terhadap dunia”.
Ibnul Jauzi menyebutkan hadis ini dalam “Al-Mawdhuu’aat” [3] dari jalan Abu Dawud An-Nakho’iy Al-Kadzdzaab, dari Ishaq bin Abdillah bin Abi Tholhah, dari Anas.
Malik bin Dinar berkata: “Tidak ada hukuman yang dikenakan kepada seorang hamba, yang lebih besar dari kerasnya qalbu.” Disebutkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam “Az Zuhd”.
Hudzaifah Al-Mar’isyiy berkata: “Tidak ada musibah yang menimpa seorang hamba, yang lebih besar dari kekerasan qalbunya.” Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim.
Adapun sebab-sebab kerasnya qalbu itu sekian banyak.
Di antaranya: banyak bicara tanpa disertai dengan dzikir kepada Allah. Sebagaimana dalam hadis Ibnu Umar yang terdahulu.
Di antaranya: melanggar perjanjian dengan Allah ta’ala. Allah berfirman:

فَبِمَا نَقْضِهِم مِّيثَاقَهُمْ لَعنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً

“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu” (Q.S.5:13)
Di antaranya: banyak tertawa. Di dalam Sunan At-Tirmidzi, dari Al Hasan, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shollallaahu’layhiwasallam, beliau bersabda: “Janganlah kalian memperbanyak tawa, karena sesungguhnya banyak tawa itu akan mematikan qalbu”. At-Tirmidziy berkata: Diriwayatkan dari perkataannya Al-Hasan.
Ibnu Majah meriwayatkan dari jalan Abu Roja` Al-Jazari, dari Burdun bin Sinan, dari Makhul, dari Watsilah bin Al-Asqo’, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda shollallaahu’alayhiwasallam: “Banyaknya tawa itu mematikan qalbu”.
Dan dari jalan Ibrahim bin Abdullah bin Hunain, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shollallaahu’alayhiwasallam.
Di antara sebab lainnya adalah: banyak makan, apalagi kalau makanan itu berasal dari sesuatu yang syubhat atau yang haram. Bisyr bin Al-Harits berkata: “Dua hal yang mengeraskan qalbu, banyak bicara dan banyak makan”. Disebutkan oleh Abu Nu’aim.
Al-Marrudziy menyebutkan dalam kitab Al-Waro’, ia berkata: aku berkata kepada Abu Abdillah –maksudnya Ahmad bin Hanbal–: apakah seseorang dapat merasakan kehalusan dari qalbunya dalam keadaan kenyang? Ahmad bin Hanbal berkata: Saya pandang tidak.
Di antara sebabnya adalah: banyaknya dosa. Allah Ta’ala berfirman:

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka”. (QS.83:14)
Di dalam Al-Musnad dan Sunan At-Tirmidziy, dari Abu Hurairah dari Rasulullah shollallaahu’alayhiwasallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya seorang mu`min apabila ia berdosa, maka ada bintik hitam di qalbunya. Maka kalau ia bertaubat dan berhenti serta memohon ampun, dikilapkanlah qalbunya. Dan kalau ia terus berdosa, bertambah pula bintik hitam itu sampai menumpuk pada qalbunya. Itulah ‘tutupan’ yang Allah sebutkan dalam kitab-Nya: “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka” At-Tirmidziy berkata: Shahih.
Sebagian Salaf berkata: “tubuh itu kalau tak mengenakan apa-apa, terasa ringan. Demikian pula qalbu (akan terasa ringan) kalau sedikit kesalahannya dan mudah meneteskan air mata.”
Dan berkaitan dengan makna ini, Ibnul Mubarok –semoga Allah merahmatinya– berkata:
“Kulihat dosa itu mematikan qalbu
Dan ketagihan dengannya membuatmu hina
Meninggalkan dosa itulah kehidupan qalbu
Dan lebih baik bagimu untuk menentangnya.”
Sedangkan sebab-sebab yang dapat menghilangkan kerasnya qalbu juga ada beberapa:
Di antaranya: banyak berdzikir kepada Allah dengan qalbu dan lisan secara beriringan. Al-Mu’allaa bin Ziyad berkata: “Sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata kepada Al-Hasan: “Wahai Abu Sa’id, aku hendak mengeluhkan padamu kekerasan qalbuku”. Al-Hasan berkata: “Dekatkan ia dengan dzikir’.”
Wahb bin Al-Wird berkata: “Kami timbang-timbang perkataan ini. Maka tidak ada sesuatu yang kami temukan lebih halus untuk qalbu dan lebih dapat mengantarkan kebenaran daripada membaca Al-Quran bagi orang yang mentadabburinya.
Yahya bin Mu’adz dan Ibrahim Al-Khowash keduanya berkata: “Obat qalbu itu lima perkara: membaca Al-Quran dengan tafakkur, kosongnya perut, shalat malam, bermunajat kepada Allah menjelang subuh dan bermajlis dengan orang-orang shaleh.”
Dan dalil tentang menghilangkan kekerasan qalbu dengan dzikir adalah firman Allah:

الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS.13:28)
Dan firman Allah:

اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَاباً مُّتَشَابِهاً مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang , gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. (QS.39:23)
Dan firman Allah:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka).” (QS.57:16)
Dan dalam hadis Abdul Aziz bin Abi Rawwad secara mursal, dari Rasulullah shollallaahu’alayhiwasallam bahwa beliau bersabda: “Sesungguhnya qalbu-qalbu ini berkarat sebagaimana berkaratnya besi. Ada yang bertanya: “Lalu apakah yang bisa menghilangkan karat tersebut wahai Rasulullah?” Beliau berkata: “Membaca kitab Allah dan banyak berdzikir kepada-Nya”.
Dan di antara sebab-sebab tersebut adalah: berbuat baik kepada anak-anak yatim dan orang-orang miskin. Ibnu Abid Dun-ya meriwayatkan: Ibnul Ja’d menceritakan kepada kami (dia berkata), Hammad bin Salamah menceritakan kepadaku, dari Abu ‘Imron Al-Jauniy, dari Abu Hurairah: “Ada seorang laki-laki yang mengadukan kekerasan qalbunya kepada Rasulullah shollallaahu’alayhiwasallam. Maka beliau bersabda: kalau kamu ingin qalbumu menjadi lembut maka usaplah kepala anak yatim dan berilah makna orang-orang miskin”. Sanad hadis ini baik.
Lafazh ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Mahdi dari Hammad bin Salamah. Dan dia juga diriwayatkan oleh Ja’far bin Musafir (dia berkata): Mu`ammal menceritakan kepada kami (dia berkata), Hammad menceritakan kepada kami, dari Abu ‘Imron, dari Abdullah bin Ash-Shoomit, dari Abu Dzar, dari Rasulullah shollallaahu’alayhiwasallam. Dan sepertinya, ini tidak dihafal dari Hammad.
Lafazh ini juga diriwayatkan oleh Al-Jawzajaaniy (dia berkata): Muhammad bin Abdillah Ar-Roqqoosyiy menceritakan kepada kami (dia berkata), Ja’far menceritakan kepada kami (dia berkata), Abu ‘Imron Al-Jauniy menceritakan kepada kami secara mursal.
Inilah riwayat yang lebih tepat, karena Ja’far itu lebih hafal hadis Abu ‘Imron daripada Hammad bin Salamah.
Abu Nu’aim meriwayatkan dari jalan Abdurrozaq dari Ma’mar, dari seorang sahabatnya: bahwa Abu Ad-Darda` menulis surat kepada Salman: “Sayangilah anak yatim dan dekatkanlah ia kepadamu. Berilah ia makan dari makananmu karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shollallaahu’alayhiwasallam bersabda -ketika beliau didatangi oleh seorang laki-laki yang mengeluhkan kekerasan qalbunya-, “Dekatkanlah anak yatim kepadamu dan usaplah kepalanya serta berilah ia makan dari makananmu karena sesungguhnya itu akan melembutkan qalbumu dan membuatmu mampu memenuhi kebutuhanmu”.
Abu Nu’aim berkata: dan hadis ini juga diriwayatkan oleh Jabir dan Al-Muth’im bin Al-Miqdaam, dari Muhammad bin Waasi’ bahwa Abu Dardaa` menulis surat kepada Salman.. (seperti hadis di atas).
Abu Tholib menukil bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Abu Abdillah –maksudnya Ahmad bin Hanbal–: “Bagaimanakah qalbuku bisa lembut?” Ahmad bin Hanbal berkata: “Masukilah tempat pemakaman dan usaplah kepala anak yatim”.
Dan di antara sebab tersebut adalah: banyak mengingat kematian. Ibnu Abid Dun-ya meriwayatkan dengan sanadnya, dari Mansur bin Abdirrohman, dari Shofiyyah dia berkata: “Ada seorang wanita yang datang kepada Aisyah mengeluhkan kekerasaan qalbunya. Maka Aisyah berkata: “Perbanyaklah mengingat kematian maka qalbumu akan lembut dan engkau akan mendapatkan apa yang kau inginkan”. Shofiyyah berkata: “Maka wanita itu mengerjakan apa yang disarankan oleh Aisyah, dan ia pun merasakan hidayah dalam qalbunya. Ia pun datang kembali dan berterima kasih kepada Aisyah rodhiyallaahu’anha”.
Lebih dari seorang dari kalangan ulama Salaf -termasuk di antaranya Sa’id bin Jubair dan Robi’ bin Abu Rosyid- yang telah berkata: “Seandainya mengingat kematian itu lenyap dari qalbu kami walaupun sesaat saja, maka rusaklah qalbu kami”.
Dalam As Sunan, dari Rasulullah shollallaahu’alayhiwasallam beliau bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan,” yaitu: Kematian.
Dan diriwayatkan secara mursal dari ‘Athoo` Al-Khuroosaaniy, dia berkata: “Rasulullah shollallaahu’alayhiwasallam melewati sebuah majlis yang dipenuhi gelak tawa, maka beliau berkata: “Seriuskanlah majlis kalian dengan mengingat pengeruh kenikmatan. Para Sahabat berkata: “Apakah pengeruh kenikmatan itu wahai Rasulullah?” Beliau berkata: “Kematian”.
Dan di antara sebab dalam menghilangkan kekerasan qalbu adalah: Ziarah kubur dengan memikirkan keadaan para penghuninya dan tempat kembali mereka. Dan telah berlalu ucapan Imam Ahmad kepada orang yang bertanya kepadanya mengenai apa yang dapat melembutkan qalbu. Beliau berkata: “Masuklah ke tempat pemakaman”.
Dan telah shahih dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah dari Rasulullah shollallaahu’alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: “Ziarahilah pekuburan, karena itu akan mengingatkan kepada kematian”.
Dan dari Buraidah, sesungguhnya Rasulullah shollallaahu’alayhiwasallam bersabda: “Aku pernah melarang kalian dari menziarahi kuburan, maka (sekarang) ziarahilah karena itu mengingatkan kalian kepada akhirat”. (HR. Ahmad dan At-Tirmidziy dan ia menshahihkannya)
Dari Anas: Sesungguhnya Rasulullah shollallaahu’alayhiwasallam bersabda: “Aku pernah melarang kalian dari menziarahi kuburan. Kemudian telah nampak bagiku bahwa ia dapat melembutkan qalbu dan membuat air mata berlinang serta mengingatkan pada akhirat. Maka ziarahilah pemakaman tapi janganlah kalian mengatakan kata-kata keji (di dalamnya)”. (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Abid Dun-ya)
Ibnu Abid Dun-ya menyebutkan, dari Muhammad bin Sholih At-Tammaar, dia berkata: Shofwan bin Salim pernah beberapa hari mendatangi pemakaman Al-Baqii`, dan ia melewatiku. Lalu aku mengikutinya pada suatu hari. Aku berkata: “Demi Allah aku akan melihat apa yang sedang ia kerjakan”. Dia berkata: “Maka Shofwan bin Salim menutupi kepalanya dan duduk di salah satu makam. Kemudian ia terus menangis sampai-sampai aku kasihan kepadanya”. Dia berkata: “Aku mengira bahwa itu adalah makam salah satu keluarganya”. Dia berkata: “Kemudian ia melewatiku suatu kali, maka aku kembali mengikutinya. Ia lalu duduk di samping makam yang lain. Dan ia melakukan apa yang kemarin ini dia lakukan. Maka aku menyebutkan hal ini kepada Muhammad bin Al-Munkadir. Dan aku katakan: “Sungguh, aku mengira bahwa itu adalah makam salah satu keluarganya”. Muhammad berkata: “Semuanya itu adalah keluarganya dan saudara-saudaranya. Hanya saja dia itu adalah seorang yang qalbunya tersentuh dengan mengingat orang-orang yang sudah meninggal, setiap kali qalbunya dihinggapi kekerasan”. Dia berkata: “Kemudian Muhammad bin Al-Munkadir setelah itu melewatiku dan dia juga mendatangi pemakaman Al-Baqi`. Maka aku mengucapkan salam kepadanya suatu hari. Dan dia berkata: “Pelajaran dari Shofwan itu tidak bermanfaat apa-apa untukmu”. Dia berkata: “Aku mengira bahwa dia telah mengambil manfaat dari pelajaran yang pernah aku ceritakan padanya”.
Dan disebutkan pula bahwa seorang wanita tua yang sering beribadah dari Abdul Qoys, pernah seringkali mendatangi kuburan. Maka ia ditegur atas perbuatannya itu. Lalu ia berkata: “Sesungguhnya qalbu yang keras itu kalau sudah kasar, tidak ada yang dapat melembutkannya kecuali dengan melihat pemandangan keusangan. Dan sungguh aku mendatangi kuburan, dan seolah-olah aku melihat mereka telah keluar dari permukaan tanah. Lalu seakan aku melihat wajah-wajah yang berdebu itu dan tubuh-tubuh yang telah berubah itu. Juga kain-kain kafan yang kotor itu. Duhai betapa pemandangan itu sedemikian tidak menyenangkan hati mereka. Betapa kepahitan jiwa itu menjadi sebuah pelajaran dan rusaknya badan itu menjadi hal yang sangat berat.”
Ziyaad An Namiiriy berkata: “Tidaklah aku ingin untuk menangis melainkan aku hanya tinggal jalan saja”. Seorang laki-laki berkata padanya: “Bagaimana itu?”. Dia berkata: “Kalau aku menginginkannya (menangi), maka aku keluar menuju pemakaman. Lalu aku duduk di salah satu kuburan. Kemudian aku memikirkan keadaan mereka yang sudah hancur. Dan aku mengingat sisa waktu yang masih kita miliki”. Dia berkata: “Maka pada saat itulah keadaanku tersembunyi”.
Aku katakan, dan Allah-lah yang Maha Pemberi Tawfiq:
Apakah di negeri kehancuran ini kau masih saja membangun
Sedang bukan untuk membangun kau diciptakan

Waktu tak menyisakan bagimu alasan
Ia telah menasehatimu tapi kau tak mendengarkan

Setiap saat ia selalu memanggil untuk berangkat
Dan mengabarkan bahwa kaulah yang ia maksudkan

Ia perdengarkan panggilan dan kau terus mengabaikan
Seakan-akan kau tak pernah mendengarkan

Kau tahu bahwa ia adalah perjalanan panjang
Namun kau lalai menyiapkan perbekalan

Kau tidur sedang sang pemangsa waktu terus mengintai
di belakangmu dan tak pernah tidur, bagaimana bisa kau masih lalai?

Cacat kehidupan dunia ini betapa banyaknya
Sedang engkau sudah terbiasa mencintainya

Hilang usia dalam permainan dan besenang-senang
Kalau kau berakal tentu kau takkan berleha-leha

Maka setelah mati yang ada hanya neraka
Bagi yang maksiat dan surga bagi yang taat

Dan kau tak mungkin berharap kembali ke dunia
Untuk melakukan kebajikan yang pernah kau tinggalkan

Hari itu, diriku lah yang pertama kausalahkan
Karena telah melakukan seperti yang kau kerjakan

Duhai diriku, apakah masih saja berlumur maksiat
Setelah empat puluh enam tahun masa telah lewat

Kuharapkan panjang umurku sehingga
bisa kulihat bekal perjalanan yang telah tersedia

Wahai dahan masa muda yang bergoyang penuh kesegaran
Telah berlalu waktu dan seakan kini kau beruban

Kau telah tahu, maka tinggalkanlah jalan kebodohan
Hati-hatilah dengan panggilan itu, sedang kau tak beramal

Wahai yang menghimpun harta, padaku tolong katakan
Apakah yang kau tumpuk bisa mencegahmu dari kematian

Wahai yang mencari pengaruh dan kekuasaan
agar perintahnya selalu dipatuhi oleh bawahan

Kau bersorak ke tahta tanpa kau pedulikan
kau seorang yang zolim ataukah yang berkeadilan

Tidakkah kau tahu bahwa pada saat ia kau raih
Sungguh, sebenarnya tanpa pisau kau sedang disembelih

Kesenangan pada saat kau diangkat menjadi penguasa
Takkan menggantikan kesedihan pada saat kau diturunkan

Jangan tunda lagi karena waktu adalah pedang
Kalau tak bisa kau manfaatkan maka kau telah menyia-nyiakan

Kau lihat waktu telah mengusangkan dahan pepohonan
Dan melipat semua kesenangan yang pernah kau siarkan

Kau tahu sungguh dunia itu hanya mimpi belaka
Yang paling indah kau rasakan tiba-tiba hilang saat terjaga

Maka bagaimana kau terhalang meraih yang abadi
Dan dengan yang fana serta hiasannya kau dibuat sibuk

Itulah dunia yang kalau sehari menyenangkanmu
Ia akan membuatmu susah lebih lama dari hari senangmu

Ia menipumu bak fatamorgana, kau jalan kepadanya
Tanpa kau sadari bahwa kau telah terpedaya

Saksikan berapa banyak ia menghancurkan yang dicinta
Tapi kau bersikap seolah kau takkan tertimpa apa-apa

Kau kubur mereka dan pulang dengan penuh kegembiraan
Atas warisan dan perkebunan yang kau dapatkan

Dan kau lupakan mereka sedang esok kau pun kan fana
Seolah kau tak pernah tercipta dan tak pernah ada

Kau bercerita tentang mereka dan kau berkata: mereka sudah tak ada
Ya, mereka sudah tak ada, demi Allah, seperti kau pun dulu tak ada

Mereka kini jadi ceritamu, sedang esok kau yang jadi tinggal cerita
untuk orang lain, maka berbuat baiklah sekuat tenaga

Setelah mati, orang hanya tinggal jadi kenangan
Maka jadilah orang yang baik saat dikenang

Tentang sang paman yang telah tiada, tanyakan waktu
Dan tentang sang raja, dengan pertanyaan yang tlah kau tahu

Bukankah kau lihat rumah mereka kini tak berpenghuni
Dan segala yang kau kenal, kini
kau ingkari
Dan di antaranya: memandangi negri orang-orang yang hancur, dan mengambil ibroh dari jejak-jejak orang terdahulu.
Ibnu Abid Dun-ya meriwayatkan dalam kitab “At-Tafakkur Wal I’tibaar”, dengan sanadnya dari Umar bin Saliim Al-Baahiliy, dari Abul Waliid, bahwa dia berkata: “Ibnu Umar dulu kalau ia hendak menata qalbunya, ia mendatangi bangunan yang telah hancur, kemudian ia berdiri di pintu bangunan tersebut. Lalu ia berseru dengan suara sedih dan berkata: “Kemanakah penghunimu?”. Kemudian ia merenung dan berkata: “Segala sesuatunya akan hancur kecuali wajah-Nya”.
Ibnu Abid Dun-ya juga meriwayatkan dalam kitab “Al-Qubuur” dengan sanadnya, dari Muhammad bin Qudaamah, dia berkata: “Ar-Robii` bin Khutsaim dulu kalau ia merasakan kekerasan pada qalbunya, maka dia mendatangi rumah seorang temannya yang telah meninggal, pada malam hari. Lalu dia berseru: “Wahai fulan bin fulan! Wahai fulan bin fulan! Kemudian dia berkata: “Duhai, apa yang sudah kamu kerjakan dan apa yang sedang diperbuat kepadamu?”. Lalu dia menangis hingga bercucuran air matanya. Karena ia tahu bahwa dirinya akan seperti itu.”
Dan di antara sebabnya adalah: memakan makanan yang halal. Abu Nu’aim dan yang lainnya telah meriwayatkan, dari jalan Umar bin Sholih Ath-Thurthusiy, dia berkata: “Aku pergi bersama Yahya Al-Jalaa` –dan ada yang mengatakan kalau dia adalah salah seorang Abdaal– ke Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal, lalu aku bertanya kepadanya. Dan pada saat itu ia bersama Buuroon dan Zuhair Al-Jammaal. Lalu aku berkata: “Semoga Allah merahmatimu wahai Abu Abdillah, dengan apakah qalbu itu menjadi lembut?” Maka ia memandangi sahabat-sahabatnya dan memberi isyarat dengan matanya. Kemudian dia menundukkan kepalanya lalu mengangkat kepalanya dan berkata: “Wahai anakku, dengan memakan makanan yang halal”. Kemudian aku berpapasan dengan Abu Nashr Bisyr bin Al-Haarits sebagaimana biasanya. Maka aku katakan padanya: “Wahai Abu Nashr, dengan apakah qalbu itu menjadi lembut?” Dia berkata: “Ketahuilah bahwa dengan dzikir kepada Allah, qalbu itu menjadi tenang”. Aku berkata: “Aku datang dari Abu Abdillah”. Ia berkata: “Apa yang Abu Abdillah katakan padamu?” Aku berkata: “Dengan memakan yang halal”. Dia berkata: “Dia telah menjawab dengan jawaban yang paling mendasar. Dia telah menjawab dengan yang paling mendasar”. Lalu aku berpapasan dengan Abdul Wahab Al-Warrooq, dan aku berkata: “Wahai Abul Hasan, dengan apakah qalbu itu menjadi lembut?” Dia berkata: “Ketahuilah bahwa dengan dzikir kepada Allah, qalbu itu menjadi tenang”. Aku berkata: “Sungguh aku datang dari Abu Abdillah”. Maka merahlah pipinya karena begitu senangnya. Dia berkata padaku: “Apa yang Abu Abdillah katakan?” Aku berkata: “Dengan memakan yang halal”. Dia berkata: “Dia telah menjawabmu dengan jawaban yang inti. Dia telah menjawabmu dengan yang inti. Hal mendasar ini adalah kesempurnaan hal mendasar yang ini.”
Sebagian orang ada yang menyebutkan perkataan darinya: “Kau telah menukil sebuah ayat, tapi kau luput menjawab dengan yang lebih tepat”.
Dan segala puji hanya bagi Allah semata.

"Berjilbab lah karena Allah. percantik dgn akhlaq"

♥ .:: Spesial Buat Ukhty Muslimah ::. ♥

Bismillahirrohmaanirrohiim.. Assalamu'alaykum warohmatullah wabarokatuh.. wahai ukhtyna fillah yang senantiasa di rahmati Allah Ta'ala.. saudariku,, Sungguh nikmat yang Besar, Allah telah menjadikan kita bersaudara di atas ikatan iman.. saudariku.. yang menghendaki kebaikan kepada satu sama lainnya.. yang tidak inginkan keburukan pada satu sama lainnya.. be...rsama rasa cinta ini.. aku membuat sedikit tulisan ini.. semoga Allah mendatangkan manfaat, menjadikan bekal untuk di dunia dan simpanan untuk di akhirat.. aamiin.. ^_^ si cantik adalah "dia" :

♥ Yang memiliki rambut sutra, rambut yang terlindung dari mata yang memandang kecuali suami tercinta :)

♥ Yang memiliki wajah cantik, wajah yang di basahi air mata keinsyafan :')

♥ Yang memiliki tangan yang halus, tangan yang selalu memberi dan menolong saudara yang seiman :)

♥ Yang memiliki kaki yang indah, yang digunakan untuk menyambut ketaatan dan mendatangi majlis ilmu :)

♥ Yang memiliki bibir manis yang senantiasa berdzikir.. "Dzikrullahu Ta'ala"

♥ Yang memiliki telinga yang baik, yang senantiasa mendengar nasehat kebaikan baginya :)

♥ "Dia" adalah perhiasan dunia, sebaik-baik perhiasaan dunia adalah wanita sholeha.. Ukhti fillah ku,, kalian adalah wanita sholeha.. wanita yang senantisa menutup aurat.. wanita yang senantisa menjaga pandangannya.. wanita yang selalu di jalan dakwah.. kalian adalah wanita tercantik di dunia ini.. dan kalian adalah bidadari syurga... keep istiqomah ukhtyna ku.. tafakur untuku.. untukmu.. untuk kita.. Hamasah.. salam ukhuwwah fillah senyum santun ^_^ aku mencintai kalian karena Allah saudariku,,

Rabu, 23 November 2011

Jatuh Cinta


email
Aku simpan cintaku sehingga engkau menderita karena sikapku

Mereka mencelamu dan celaan mereka adalah aniaya
Musuh-musuhmu menghasut
Engkau mencintai dan telah menjadi bahan gunjingan
Tak ada manfaatnya menyimpan cinta
Engkau bagai harimau betina yang mati kepayahan
Pada bekas tapak Hindun atau bagaikan bibir yang sakit
Aku menjauhi kekasih karena takut dosa
Padahal menjauhi kekasih adalah dosa
Rasakanlah bagaimana (rasanya) menjauhi kekasih yang kau sangka
Bahwa itu tindakan bijaksana padahal mungkin itu bohong
(Sebuah syair dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud, salah satu dari tujuh orang ulama ahli fiqh dari kalangan tabi’in (fuqaha assab’ah), salah seorang guru utama Khalifah Umar bin Abdul Aziz, seorang ulama yang produktif menulis syair, yang pernah jatuh cinta)
Penjelasan :
Menjaga perasaan kepada lawan jenis merupakan kunci kesuksesan seseorang agarterpelihara harga dirinya. Meskipun sama-sama saling menyukai, apabila merasa belum siap untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan, hendaknya perasaan itu kita tutup rapat-rapat.Meskipun kita tahu, keduanya sebenarnya saling mengharapkan. Di saat seperti ini, segalabentuk qorinah / tanda, apakah itu berupa perhatian, pemberian, dsb, hendaknya kita maknaidengan pemaknaan yang sewajar-wajarnya.
Seseorang yang mengumbar perasaan cintanya, hanya akan menjadi bahan gunjingan orang-orang di sekitarnya. Apakah hubungannya itu dapat berlanjut ke jenjang pernikahan,maupun apabila hubungan tersebut gagal menuju tangga pernikahan, sama-sama merupakan sumber gunjingan yang paling enak.
Di sisi yang lain, menyimpan perasaan kepada lawan jenis yang begitu mendalam akan merusak jiwa seseorang, karena ingatannya tidak bisa lepas darinya. Alangkah baiknya apabila kecederungan tersebut segera kita wujudkan dalam bentuk ikatan pernikahan, sebagaimana sebuah hadits menyatakan, ”Tidak ada yang terbaik bagi dua orang yang saling mencintai kecuali menikah.” (HR. Ibnu Majah)
Sedangkan menunda-nunda ikatan pernikahan saat hati sudah tertambat pada diriseseorang, atau berusaha menghindar terhadap seseorang yang kita sukai merupakan bentuk penyiksaan batin yang lain, seperti seekor kucing yang dijauhkan dari makanan yangbaru ditemuinya. Ia merasa begitu kehilangan, karena dijauhkan dari sesuatu yang selama ini ia harapkan. So, segera pastikan, cari sebuah jawaban, kunjungi orang tuanya, tentukan tanggal pelaksanaan. Insya Allah hati akan menjadi tentram. Wallauhu’alam bishshowab
Sumber : Kumpulan Puisi dan Syiar Islam

Saudariku, Apa yang Menghalangimu untuk Berhijab?

……………………..

Oleh: Syaikh Abdul-Hamid al-Bilaly
diambil dari http://ahlussunnah.info

Muqaddimah

Dan demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (QS. asy-Syams [91] : 7-8)
Manusia diciptakan oleh Allah dengan sarana untuk meniti jalan kebaikan atau jalan kejahatan. Allah memerintahkan agar kita saling berwasiat untuk mentaati kebenaran, saling memberi nasihat diantara kita dan menjadikannya diantara sifat-sifat orang yang terhindar dari kerugian.
Sebagaimana disebutkan dalam (al-Qur’an) surat al-’Ashr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa kewajiban kita terhadap sesama adalah saling menasihati.
Beliau shallallahu ‘slaihi wa sallam bersabda (yang artinya);
Orang Mukmin adalah cermin bagi orang Mukmin lainnya.1
Dengan kata lain, seorang Mukmin bisa menyaksikan dan mengetahui kekurangannya dari Mukmin yang lain. Sehingga ia laksana cermin bagi dirinya. Tetapi cermin ini tidak memantulkan gambar secara fisik melainkan memantulkan gambar secara akhlak dan perilaku. Islam juga –sebagaimana dalam banyak hadits– menganjurkan dan mengajak pemeluknya agar sebagian mereka mencintai sebagian yang lain. Di antara pilar utama dari kecintaan ini, hendaknya engkau berharap agar saudaramu masuk Surga dan dijauhkan dari Neraka. Tak sebatas berharap, namun engkau harus berupaya keras dan maksimal urituk menyediakan berbagai sarana yang menjauhkan saudaramu dari hal-hal yang membahayakan dan merugikannya, di dunia maupun di akhirat.
Hal-hal diatas itulah yang melatar-belakangi buku sederhana ini kami hadirkan. Selain itu, kecintaan dan rasa kasih sayang kami kepada segenap remaja puteri di seluruh dunia Islam. Tentu, juga keinginan kami untuk menjauhkan mereka dari bahaya dan kerugian di dunia maupun di akhirat.
Lebih khusus, buku ini kami hadirkan untuk segolongan kaum Muslimah yang belum mentaati perintah ber-hijab2, seperti yang diperintahkan syariat. Baik karena belum mengetahui bahwa hijab adalah wajib, karena tidak mampu melawan tipu daya dan pesona dunia, karena takluk di hadapan nafsu yang senantiasa memerintahkan keburukan atau tunduk oleh bisikan setan, karena pengaruh teman yang tidak suka kepada kebaikan bagi sesama jenisnya atau karena alasan-alasan lain.
Kami memohon kepada Allah semoga uraian dalam buku sederhana ini menjadi pembuka hati yang terkunci, menggetarkan perasaan yang tertidur, sehingga bisa mengembalikan segenap akhawat yang belum mentaati perintah ber-hijab, kepada fitrah yang telah diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Syubhat dan Syahwat

Setan bisa masuk kepada manusia melalui dua pintu utama, yaitu syubhat dan syahwat. Seseorang tidak melakukan suatu tindak maksiat kecuali dari dua pintu tersebut. Dua perkara itu merupakan penghalang sehingga seorang Muslim tidak mendapatkan keridhaan Allah, masuk Surga dan jauh dari Neraka. Dibawah ini akan kita uraikan sebab-sebab utama dari syubhat dan syahwat.

A. Syubhat Pertama: Menahan Gejolak Seksual

Syubhat ini menyatakan, gejolak nafsu seksual pada setiap manusia adalah sangat besar dan membahayakan.
Ironinya, bahaya itu timbul ketika nafsu tersebut ditahan dan dibelenggu. Jika terus menerus ditekan, ia bisa mengakibatkan ledakan dahsyat.
Hijab wanita akan menyembunyikan kecantikannya, sehingga para pemuda tetap berada dalam gejolak nafsu seksual yang tertahan, dan hampir meledak, bahkan terkadang tak tertahankan sehingga ia lampiaskan dalam bentuk tindak perkosaan atau pelecehan seksual lainnya.
Sebagai pemecahan masalah tersebut, satu-satunya cara adalah membebaskan wanita dari mengenakan hijab, agar para pemuda mendapatkan sedikit nafas bagi pelampiasan nafsu mereka yang senantiasa bergolak di dalam. Dengan demikian, hasrat mereka sedikit bisa terpenuhi. Suasana itu lalu akan mengurangi bahaya ledakan gejolak nafsu yang sebelumnya tertahan dan tertekan.

1. Bantahan

Sepintas, syubhat di atas secara lahiriah nampak logis dan argumentatif. Kelihatannya, sejak awal, pihak yang melemparkan jalan pemecahan tersebut ingin mencari kemaslahatan bagi masyarakat dan menghindarkan mereka dari kehancuran. Padahal kenyataannya, mereka justru menyebabkan bahaya yang jauh lebih besar bagi masyarakat, yaitu menyebabkan tercerai-berainya masyarakat, kehancurannya, bahkan berputar sampai seratus delapan puluh derajat pada kebinasaan.
Seandainya jalan pemecahan yang mereka ajukan itu benar, tentu Amerika dan negara-negara Eropa serta negara-negara yang berkiblat kepada mereka akan menjadi negara yang paling kecil kasus perkosaan dan kekerasannya terhadap kaum wanita di dunia, juga dalam kasus-kasus kejahatan yang lain.
Amerika dan negara-negara Eropa amat memperhatikan masalah ini, dengan alasan kebebasan individual.
Disana, dengan mudah anda akan mendapatkan berbagai majalah porno dijual di sembarang tempat. Acara-acara televisi, khususnya setelah pukul dua belas malam, menayangkan berbagai adegan tak senonoh, yang membangkitkan hasrat seksual. Bila musim panas tiba, banyak wanita disana membuka pakaiannya dan hanya mengenakan pakaian bikini. Dengan keadaan seperti itu, mereka berjemur di pinggir pantai atau kota-kota pesisir lainnya. Bahkan di sebagian besar pantai dan pesisir, mereka boleh bertelanjang dada dan hanya memakai penutup ala kadarnya. Terminal-terminal video rental bertebaran di seluruh pelosok Amerika dengan semboyan “Adults Only” (khusus untuk orang dewasa). Di terminal-terminal ini, anak-anak cepat tumbuh matang dalam hal seksual sebelum waktunya. Siapa saja dengan mudah bisa menyewa kaset-kaset video lalu memutarnya di rumah atau langsung menontonnya di tempat penyewaan.
Rumah-rumah bordil bertaburan di mana-mana. Bahkan di sebagian negara, memajang para wanita tuna susila (pelacur) di etalase sehingga bisa dilihat oleh peminatnya dari luar.
Apa kesudahan dari hidup yang serba-boleh (permisif) itu? Apakah kasus perkosaan semakin berkurang? Apakah kepuasan mereka terpenuhi, sebagaimana yang ramai mereka bicarakan? Apakah para wanita terpelihara dari bahaya besar ini?

2. Data Statistik Amerika

Dalam sebuah buku berjudul “Crime in U.S.A” terbitan Pemerintah Federal di Amerika –yang ini berarti data statistiknya bisa dipertanggungjawabkan karena ia dikeluarkan oleh pihak pemerintah, tidak oleh paguyuban sensus– di halaman 6 dari buku ini ditulis; “Setiap kasus perkosaan yang ada selalu dilakukan dengan cara kekerasan dan itu terjadi di Amerika setiap enam menit sekali.” Data ini adalah yang terjadi pada tahun 1988, yang dimaksud dengan kekerasan disini adalah dengan menggunakan senjata tajam.
Dalam buku yang sama juga disebutkan:
  1. Pada tahun 1978 di Amerika terjadi sebanyak 147.389 kasus perkosaan.
  2. Pada tahun 1979 di Amerika terjadi sebanyak 168.134 kasus perkosaan.
  3. Pada tahun 1981 di Amerika terjadi sebanyak 189.045 kasus perkosaan.
  4. Pada tahun 1983 di Amerika terjadi sebanyak 211.691 kasus perkosaan.
  5. Pada tahun 1987 di Amerika terjadi sebanyak 211.764 kasus perkosaan.

3. Tafsir Empiris Ayat al-Qur’an

Data statistik ini, juga data-data sejenis lainnya –yang dinukil dari sumber-sumber berita yang dapat dipertanggungjawabkan– menunjukkan semakin melonjaknya tingkat pelecehan seksual di negara-negara tersebut. Tidak lain, kenyataan ini merupakan penafsiran empiris (secara nyata dan dalam praktik kehidupan sehari-hari) dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya):
Hai Nabi, katakanIah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin; ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu…” (QS. al-Ahzab [33] : 59)
Sebab turunnya ayat ini –sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Qurthubi dalam tafsirnya– karena para wanita biasa melakukan buang air besar di padang terbuka sebelum dikenalnya kakus (tempat buang air khusus dan tertutup). Diantara mereka itu dapat dibedakan antara budak dengan wanita merdeka. Perbedaan itu bisa dikenali yakni kalau wanita-wanita merdeka mereka menggunakan hijab. Dengan begitu, para pemuda enggan mengganggunya.
Sebelum turunnya ayat ini, wanita-wanita Muslimah juga melakukan buang hajat di padang terbuka tersebut. Sebagian orang-orang durjana mengira kalau dia adalah budak, ketika diganggu, wanita Muslimah itu berteriak sehingga laki-laki itu pun kabur. Kemudian mereka mengadukan peristiwa tersebut kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga turunlah ayat ini.3
Hal ini menegaskan, wanita yang memamerkan auratnya, mempertontonkan kecantikan dan kemolekan tubuhnya kepada setiap orang yang lalu-lalang, lebih berpotensi untuk diganggu. Sebab dengan begitu, ia telah membangkitkan nafsu seksual yang terpendam.
Adapun wanita yang ber-hijab maka dia senantiasa menyembunyikan kecantikan dan perhiasannya. Tidak ada yang kelihatan daripadanya selain telapak tangan dan wajah menurut suatu pendapat. Dan pendapat lain mengatakan, tidak boleh terlihat dari diri wanita tersebut selain matanya saja.
Syahwat apa saja yang bisa dibangkitkan oleh wanita ber-hijab itu? Insting seksual apa yang bisa digerakkan oleh seorang wanita yang menutup rapat seluruh tubuhnya itu?
Allah mensyari’atkan hijab agar menjadi benteng bagi wanita dari gangguan orang lain. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui, pamer aurat akan mengakibatkan semakin bertambahnya kasus pelecehan seksual, karena perbuatan tersebut membangkitkan nafsu seksual yang sebelumnya tenang.
Kepada orang yang masih mempertahankan dan meyakini kebenaran syubhat tersebut, kita bisa menelanjangi kesalahan mereka melalui empat hakikat:
Pertama, berbagai data statistik telah mendustakan cara pemecahan yang mereka tawarkan.
Kedua, hasrat seksual terdapat pada masing-masing pria dan wanita. Ini merupakan rahasia Ilahi yang dititipkan Allah pada keduanya untuk hikmah yang amat banyak, diantaranya demi kelangsungan keturunan. jika boleh berandai-andai, andaikata hasrat seksual itu tidak ada, apakah keturunan manusia masih bisa dipertahankan? Tak seorang pun memungkiri keberadaan hasrat dan naluri ini. Tetapi, dengan tidak mempertimbangkan adanya naluri seksual tersebut tiba-tiba sebagian laki-laki diminta berlaku wajar di tengah pemandangan yang serba terbuka dan telanjang. Amat ironi memang.
Ketiga, yang membangkitkan nafsu seksual laki-laki adalah tatkala ia melihat kecantikan wanita, baik wajah, atau anggota tubuh lain yang mengundang syahwat. Seseorang tidak mungkin melawan fitrah yang diciptakan Allah (kecuali mereka yang dirahmati Allah), sehingga bisa memadamkan gejolak syahwatnya tatkala melihat sesuatu yang membangkitkannya.
Keempat, orang yang mengaku bisa mendiagnosa nafsu seksual yang tertekan dengan mengumbar pandangan mata kepada wanita cantik dan telanjang sehingga nafsunya akan terpuaskan (dan dengan demikian tidak menjurus pada perbuatan yang lebih jauh, misalnya pemerkosaan atau pelecehan seksual lainnya), maka yang ada hanya dua kemungkinan:
Pertama, orang itu adalah laki-laki yang tidak bisa terbangkitkan nafsu seksualnya meski oleh godaan syahwat yang bagaimana pun (bentuk dan jenisnya), ia termasuk kelompok orang yang dikebiri kelaminnya sehingga dengan cara apapun mereka tidak akan merasakan keberadaan nafsunya.
Kedua, laki-laki yang lemah syahwat atau impoten. Aurat yang dipamerkan itu tak akan mempengaruhi dirinya.
Apakah orang-orang yang membenarkan syubhat tersebut (sehingga dijadikannya jalan pemecahan) hendak memasukkan kaum laki-laki dari umat kita ke dalam salah satu dari dua golongan manusia lemah di atas? Na’udzubillah min dzalik.

B. Syubhat Kedua: Belum Mantap

Hal ini lebih tepat digolongkan kepada syahwat dan menuruti hawa nafsu daripada disebut syubhat. Jika salah seorang ukhti yang belum mentaati perintah ber-hijab ditanya, mengapa ia tidak mengenakan hijab? Diantaranya ada yang menjawab; “Demi Allah, saya belum mantap dengan ber-hijab. Jika saya telah merasa mantap dengannya saya akan ber-hijab, insya Allah.
Ukhti yang berdalih dengan syubhat ini hendaknya bisa membedakan antara dua hal. Yakni antara perintah Tuhan dengan perintah manusia. Jika perintah itu datangnya dari manusia maka manusia bisa salah dan bisa benar. Imam Malik berkata; “Dan setiap orang bisa diterima ucapannnya dan juga bisa ditolak, kecuali (perkataan) orang yang ada di dalam kuburan ini.” Yang dimaksudkan (dalam kubur itu) adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selagi masih dalam bingkai perkataan manusia, maka seseorang tidak bisa dipaksa untuk menerima. Karenanya, dalam hal ini, setiap orang bisa berucap “belum mantap,” dan ia tidak bisa dihukum karenanya.
Adapun jika perintah itu salah satu dari perintah-perintah Allah, dengan kata lain Allah yang memerintahkan di dalam kitab-Nya, atau memerintahkan hal tersebut melalui Nabi-Nya agar disampaikan kepada umatnya, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk mengatakan “saya belum mantap.”
Bila ia masih mengatakan hal itu dengan penuh keyakinan, padahal ia mengetahui perintah tersebut ada di dalam kitab Allah Ta’ala, maka hal tersebut bisa menyeretnya pada bahaya yang sangat besar, yakni keluar dari agama Allah, sementara dia tidak menyadarinya. Sebab dengan begitu berarti ia tidak percaya dan meragukan kebenaran perintah tersebut. Karena itu, ia adalah ungkapan yang sangat berbahaya.
Seandainya ia berkata; “Aku wanita kotor,” “Aku tak kuat melawan nafsuku,” “Jiwaku rapuh” atau “Hasratku untuk itu sangat lemah” tentu ungkapan-ungkapan ini dan yang sejenisnya tidak bisa disejajarkan dengan ucapan “Aku belum mantap,” sebab ungkapan-ungkapan tersebut pengakuan atas kelemahan, kesalahan dan kemaksiatan dirinya. Ia tidak menghukumi dengan salah atau benar terhadap perintah-perintah Allah secara semaunya. Juga tidak termasuk yang mengambil sebagian perintah Allah dan mencampakkan yang lain.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya):
Dan tidaklah patut bagi laki-laki Mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan Mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka piIihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai AIlah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. al-Ahzab [33] : 36)